Kronologis Masalah Tanah Desa Sumberklampok

Administrator 01 Juni 2018 11:39:45 WITA

KRONOLOGIS MASALAH TANAH DESA SUMBERKLAMPOK

 

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama               :    Moh. Jatim

Tempat Lahir    :    Gedebung Bunyuk, Desa Goris, Kedistrikan Pengastulan (Saat itu) dan sekarang  disebut Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

Tahun              :    1946

 

Menerangkan dengan sebenarnya dari sumber orang tua saya yang bernama Samian, sebagai pelaku dan atau orang yang ditugaskan oleh penguasa kebun/ pemilik kebun belanda (Tuan Remed) mengenai latar belakang permasalahan Tanah Desa Sumberklampok :

 

Desa Sumberklampok, pada saat itu dinamakan Desa Gedebung Bunyuk, karena banyak terdapat Pohon Bunyuk (orang Madura menyebutnya Bunyuk)

 

Pada 1922, Samian ditugaskan oleh Tuan Remed (Orang Belanda) untuk mencari orang-orang untuk dibawah ke Gedebung Bunyuk;  karena Tuan Remed mendapat tugas dari pemerintahan Belanda untuk membuat Kebun Kelapa. Pada tahun 1922 Samian berhasil membawa orang-orang Madura bagian timur kurang lebih sebanyang 40 orang antara lain :  Samian (Sebagai Mandor), Marsuna, Muhasin, Sunadi dan Seterusnya. Ternyata sesampainya di Gedebung Bunyuk mereka dijadikan pekerja paksa untuk merabas Hutan termasuk untuk merabas Hutan Bunyuk. Pekerjaan ini kemudian diikuti oleh orang dari Bali bagian Timur sebanyak 23 Orang; juga dari Tabanan dan Orang Jawa dari Banyuwangi sebanyak 15 Orang.

 

Dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1924 ternyata sudah bnayak yang tidak sanggup melakukan kerja paksa tersebut. Bahkan tidak sedikitnya meninggal Dunia. Berapa pekerja asal Bali dan Jawa berhasil lari dan meninggalkan kerja tersebut. Tetapi orang madura tidak berdaya, karena tidak mempunyai ongkos pulang keasalnya dan akibat berkecamuknya perang.

 

Pada tahun 1924, terjadi wabah serangan nyamuk Malaria yang menyebabkan beberapa orang lagi meninggal Dunia. Akibat serangan itu pulah banyak orang Tabanan meninggalkan Gedebung Bunyuk. Orang madura sendiri tidak berdaya untuk lari dan akhirnya pasrah dan bertekat untuk tetap tinggal di Gedebung Bunyuk Mereka Berhasil mengobati Serangan Malarai yang begitu ganas dengan diketemukannya DAUN INTARAAN yang digunakan sebagai jamu.

 

Akibat ketidakberdayaan orang-orang madura dan tekadnya untuk tinggal di Gedebung Bunyuk, akhirnya oleh Belanda (Tuan Remed) diber kepercayaan untuk menanam serta menggarap Hasil Tanaman. Sebagai Mandur, dipercayakan kepada Bapak Samian. Karenanya, mereka dikelompokkan lalu diberi tanah dengan luas kurang lebih 4 x 1 Km, Memanjang kearah Barat.

 

Pada tahun 1928, Tuan REMED pulang ke Belanda dan meninggal disana. Kemudian sekitar tahun 1927-1957, pelaksanaannya dilanjutkan oleh anaknya, Tuan Mudayan (Tuan Yan).

 

Kemudian pada tahun 1957, oleh Tuan Yan, Usaha tersbut dialihkan kepada seorang Tiong Hoe (Cina) dari Surabaya yang bernama Tuan Yue Kie Wie.

 

Pada saat penyerahan anatara Tuan Mudayan (Tuan Yan) kepada Tuan Yue Kie Wie, Tuan Mudayan menegaskan pesan orang tuanya (Tuan Remed) : “Kepada orang-orang yang membantu Tuan Remed agar hak-hak yang telah diberikan Tidak diganggu”.  Mengenal hal ini, masih ada orang yang dapat dijadikan saksi sebanyak 30 orang.

 

Dibawah Tuan Yue Kie Wie, masyarakat dapat hidup Aman, Tenteram dan  dapat mencari makan dengan kemampuan hidup yang Wajar tanpa da masalah.

 

Atas saran pemuka masyarakat, pada tahun 1923 untuk pertamkalinya diadakan pemilihan pejabat/Kepala Desa dan sekaligus peresmian Nama Desa Sumberklampok sebagai ganti nam Desa Gedebung Bunyuk, Kepala Desa Pertama Kali dijabat oleh Wiro Bentono (Masih Hidup) dan merupakan momintum masuknya perhatian daerah kepada Desa Sumberklampok (Bandes, Pos Kesehatan, dll).

 

Setelah pergantian nama menjadi Desa Sumberklampok para pekerja memohon Tanah Kepada Tuan Yue Kie Wie untuk Rumah Ibadah (Masjid) Sekolah, Balai Desa dan Tempat Umum. Kemudian oleh Tuan Yue Kie Wie, diberikan sekitar 2 Hektare dan telah dilaporkan bebas pajak karena untuk kepentingan Sosial Keagamaan dan Sosial Kemasyarakatan.

 

Bahwa sesuai dengan keputusan Presiden dan perantuaran Menteri dalam Negeri Tahun 1979, dengan berakhirnya batas waktu asal Tanah HGU, HGB Hak Pakai asal Konversi Hak Barat, maka sejak 24 September 1980, sejak sewajarnya kami yang mendapatkan prioritas pertama dan Utama. Karena kami secara terus menerus dan turun temurun selama 70 tahun menempati dan duduk diatas Tanah tersebut. Dimulai kerja paksa/Pesakitan, Pekerja, Penjajahan Belanda, Kemerdekaan, Orde Lama Sampai Orde Baru. Oleh karena keawaman dan kebodohan Kami, kami Mohon atas nama Kepala Desa dan Ketua SLD (Bukti Permohonan kami Lampirkan) mengapa sebagai masyarakat kecil dan lemah, justru kami tanbah dikecikan dan dilemahkan. Sedangkan undang-undang menjamin dan memberikan kesejahteraan kepentingan Rakyat.

 

Permohonan kami tinggal permohonan, kami telah mengajukan permohonan sejak tahun 1979 akan tetapi tidak mendapat kabar berita; apalagi Jawaban. Beginilah nasib kami sebagai orang kecil dan lemah. Justru semakin ditekan tanpa mendapat perlindungan sama sekali. Anehnya, oknum-oknum tertentu dengan berkedok yayasan, menderikan PT. Sebagai contoh, PT. Dharma Djati. Dengan merayu dan tersirat menipu kami, akhirnya pada tahun 1982 mengelolah tanah tersebut. Kemudian kami dicekik, dijerat dan kami yang menderita. Akibat tipu dayanya, perumahan yang dahulu mengomplek sebagai pemberian Tua-tuan terdahulu, kami membongkarnya seperti yang ada sekarang ini.

 

Akibat rayuan Ida Bagus Akroda, bahkan masyarakat Islam dianjurkan untuk melakukan dan agar PT. Dharma Djati berhasil mengelolah Tanah tersebut. Stelah berhasil justru lambat laun semakin mempersulit Masyarakat kami. Tanaman kami yang terdiri Buah-buahan (Nangka, Jeruk, Mangga, Pisang dll.) dipaksa untuk diganti Pohon Jarak, Jambu Miti dan Sejenisnya. Dan anehnya lagi wilayah yang diberikan kepada kami semakin disempiti.

 

Dengan hadirnya PT. Dharma Djati, maka pengelola Tanah tersebut ada dua : NV Margarana dan PT. Dharma Djati kedua-duanya hanyalah untuk kepentingan oknum tertentu dengan berkedok yayasan dan atau PT dan  NV tersebut.

 

Dengan kehadiran Badan tersebut. Kemudian mulai diupayakan mentranmigrasikan Masyarakat Sumberklampok rekayasa tersebut justru datang dari oknum-oknum tertentu; bukan dari Kepala Desa maupun Camat. Dari jumlah masyarakat kurang lebih 600 KK, hingga saat ini tinggal 407 dengan jumlah Jiwa kurang lebih 2850 orang; termasuk oknum-oknum perkebunan.

 

Upaya mencekek dan menekan masyarakat Sumberklampok makin menjadi-jadi. Dengan isu transmigrasi maupun dengan pemerintah-pemerintah agar “Pulang-kandang” dan bahasa-bahasa lain yang sangat menyudutkan masyarakat, terus berlangsung dengan gencarnya kemudian pada tahun 1989 ada penekanan dari Camat Gerokgak untuk segera bertransmigrasi. Bila tidak mau, kami dipersilahkan pindah ke Daerah asal orang tua atau pendahulu kami. Hal itu lalu dipertegas oleh Gubernur IB Oka Pada saat kunjungan kerja bahwa kawasan tersebut akan dijadikan Kawasan Wisata dan Masyarakat Setempat di anggap tidak dapat berpartisiupasi. Juga pada saat pertemuan dengan Camat yang bertampat di SD 2 Sumberklampok pada tahun 1990; Masyarakat sebanyak 407 KK tersebut mesti mengosongkan Tanah dengan waktu selambat-lambatnya 1 Tahun, karena dilokasi tersebut akan dikembangkan sebagai Daerah Wisata.

 

Usaha yang kemudian dilakukan adalah mengadukan secara langsung kepada Bapak-bapak yang ada di DPR RI, Kepada Menteri dalm Negeri dan Kepada BPN.

 

Pada tanggal 28 Februari 1991, 56 warga Desa Sumberklampok yang mewakili Masyarakat Sumberklampok menyampaikan permasalahan ini kepada DPR RI. Kemudian dilanjutkan dengan Delegasi ke Gubernur, Bupati, Camat dan Depatemen terkait agar meninjau kembali surat Gubernur IB Ok kepada Bupati Buleleng tanggal 10 Agustus 1992 tentang penghapusan Desa Sumberklampok, yang diikuti dengan pencabutan HGU perkebunan.

 

Pada tanggal 8 Juni 1992 mendatangi dan mengajukan persoalan ini kepada Mendagri (Bapak Rudini): beliau memberikan tanggapan bahwa kalau yang dimohonkan adalah hasil bukaan terakhir (tahun 1942 sampai dengan 1957), bisa segera dituntaskan. Namun mengingat tanah keseluruhan yang dimohonkan, maka menurut beliau Penyelesaiannya lama; sehingga beliau minta bersabar dan tekun membuka lahan yang selama ini belum dioptimalkan. Selanjutnya mendatangi dan menanyakan surat permohonan yang diajukan terdahulu kepada Bapak Soni Harsono (Ketua BPN). Beliau mengatakan bahwa Tanah Desa Sumberklampok berstatus HGU yang digarap rakyat PT. Dharma Djati dan NV Margarana tidak terdaftar beliau berjanji akan membantu dengan membentuk Tim dari berbagai Instansi terkait dan segera menuntaskan masalah yang disampaikan setelah bahan-bahan yang diperoleh Tim terkumpul.

 

Setelah masyarakat menunggu dengan cukup sambar dan menanti janji-janji yang disampaikan oleh Bapak Menteri dala Negeri (Bapak Rudini) dan termasuk pula dari Bapak Soni Harsono beserta TIMnya, ternyata belum juga menghasilakan jalan keluar. Demikian juga dengan utusan kami untuk menghadap 3 Fraksi di DPR RI (Surat Keterangan Fraksi, Terlampir).

 

Demikian Kronologis singkat ini, sebagai upaya untuk mohon keadilan bagi masyarakat yang lemah dan kecil untuk mempertahankan Haknya menurut undang-undang agar dapat dilindungi dan di ayomi sehingga keterangan untuk menfaatkan Tanah sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa dalam Negara Pancasila ini dapat diwujudkan.

 

-----------------------------------

*) Ditulis Oleh Muhammad Ali Sahib pada Pertemuan dengan Warga Sumberklampok pada tanggal 30 Juni 1993.

 

Komentar atas Kronologis Masalah Tanah Desa Sumberklampok

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
 

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Media Sosial

FacebookTwitterYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Lokasi Sumberklampok

tampilkan dalam peta lebih besar